Teruntuk Ibu
tercinta …
Ibu,
kau yang telah melahirkanku ke dunia. Dengan menahan sakitnya dinding-dinding
rahim, tanganmu mengerat keras kasur mengatur nafas. Darah-darah berceceran di
sarung-sarung yang terhampar. Keringatmu mencucur dari kening hingga akhirnya
kau bisa melihatku yang terlahir sempurna dan menghela nafas, kau pun bahagia
dan rasa sakit menghambar begitu saja.
Kemudian
kau ajarkan aku berkata “Allah Langgeng”. Hingga akhirnya aku pun bisa
mengatakannya. Begitu bahagianya kau ketika mendengar aku berkata “Ibu”. Kau
cium, peluk dengan hangatnya kasih dan cinta tiada hari.
Kehangatan
selalu tercipta ketika kau mengajakku bermain, belajar berjalan dengan perlahan
penuh kesabaran darimu. Kau basuh lukaku ketika aku terjatuh. Setianya kau menunggu
aku dari tengkurep, merangkak, berdiri, berjalan, hingga berlari. Seperti
menaruh mimpi-mimpi dalam imaji untuk aku gapai.
Kemudian
umurku kian bertambah, kau ajarkan aku mengaji dan shalat berjamaah. Masih
terbayang ketika aku pertama belajar menulis kau pegang tanganku yang kecil dan
menggoretkan pena di kertas putihnya. Hingga aku pun bisa menulis dan
menggambar. Ketika kura-kura kecil selesai aku gambar, kau begitu tampak bangga
terhadap diriku.
Lalu
kau ajarkan pula berpuasa, meski saat itu aku sering berkeluh kesah karena
lapar dan haus. Tapi kau tetap meyakinkan aku pasti bisa dan adzan maghrib akan
segera tiba.
Kau
ajarkan aku untuk berbusana yang menutupi dada, karena kau bilang “dalam Q.S
Al-Ahzab ayat 59, Allah menyuruh kita untuk memakai pakaian hingga menutupi
dada”. Ketika aku selalu memakai celana dan tidak mau memakai rok karena aku
tomboy dan selalu bermain dengan teman-teman lelaki, dengan sabarnya kau
selalau menyuruhku memakai rok dengan rayuan-rayuan yang penuh kasih dan sayang.
Kelakuan
nakalku kau rubah dengan kasih dan cinta. Kau selalu mengajarkan aku untuk
hidup sederhana dan menerima apa adanya, karena Allah tidak menilai hamba-hamba
dari penampilan atau kekayaannya melainkan dari usaha dan ketakwaannya.
Kau
selalu menyuruhku untuk mengerjakan pekerjaan rumah sampai bersih, karena
kebersihan itu sebagian dari iman.
Ketika
aku menangis menjerit menginginkan rumah-rumah boneka dan baju-baju barbie
karena tidak dibelikan olehmu kau tetap sabar membuatku untuk tidak menangis. Dan
dari sana kau
jadi mengajakku untuk membuat baju-baju Barbie dari pakaian bekas, dan
mengajarkan aku menjahitnya sendiri dengan jarum tangan. Dari sana baru aku mengerti kau inginkan aku untuk
lebih memanfaatkan yang ada dan apa adanya.
Ketika
sore hari tiba, kau mengajak aku untuk mencabut rumput-rumput di pekarangan
rumah hingga bersih sambil bermain. Dan kau pun selalu bijak ketika aku
berantem dengan teman-teman tanpa membela satu sama lain.
Dan
aku pun beranjak dewasa, kekhawatiranmu pun kian menjadi. Kau selalu menasehati
dengan sayangmu. Dan menopang segala keluh kesahku. Tiada henti bara semangat
selalu kau berikan untukku.
Resah
dan gelisah menyelimutimu ketika aku terbaring di Rumah Sakit bersama infusan
dan tabung oksigen. Kau setia disampingku.
Kini,
dalam peraduanku sembari mengingat wajahmu yang lembut dan selalu bersih dengan
air wudhu. Ditengah kerlingan biji-biji tasbih dalam pekatnya malam aku
panjatkan doa seperti doa yang telah kau ajarkan kepadaku. Aku meminta kepada
Azza Wa Jalla agar senantiasa dilimpahkan kebahagiaan dan keselamatan dalam
menyusuri rerimbun waktu ini.
Ibu…
aku meminta maaf akan segala kelakuan yang selama ini membuat air matamu
tumpah. Aku menyesal pernah membuatmu kecewa, pernah tidak menuruti pintamu,
juga pernah membantah karena marah atau berbeda keinginan akan cita-cita yang
ingin aku gapai. Betapa aku telah menyakiti hatimu.
Ijinkan
aku menggapai mimpi-mimpi yang telah aku angankan dalam lintasan-lintasan
harapan. Biarkan aku berlari mencari jati diri. Dalam harap, aku ingin
membahagiakanmu Ibu. Mimpi-mimpi ini akan aku persembahakan menjadi kado
untukmu jika semua telah menjadi kenyataan. Karena apa yang aku inginkan adalah
suatu yang ingin aku buat hatimu bahagia dan bangga.
Berikan
restumu untuk aku mudah dalam menjalani terjalnya hidup ini yang harus aku
lewati. Karena keridhoan Allah ada dalam keridhoan orang tua. Semoga dengan
ridho dan restumu aku dapat menggapai mimpi-mimpi dan cita-cita yang telah kau
tanyakan sejak dulu.
Sekarang,
sudah tiba hari Ibu. Aku tidak bisa memberikan kado atau hadiah yang mewah
untukmu. Aku hanya ingin membuktikan betapa sayangnya aku kepadamu lebih dari
apapun. Kau pelitaku, bintang hati yang selalu membuat damai hidupku, Ibu.
Aku mencintaimu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar