09-04-2012
Saat itu adalah saat yang bersejarah bagiku,
karena saat itu baru pertama kalinya aku masuk ke ruangan jenazah. Saat itu aku
mengantar sahabatku, Neidya pergi ke Rumah sakit untuk rontgen. Setelah selesai
rontgen di ruang radiologi, kita pergi ke ruang warois. Karena di sana tempat
ayahnya Neidya bekerja. Lalu ketika kita hendak pulang, di koridor rumah sakit
kita ngobrol-ngobrol tentang ruang jenazah.
“ayo dong, mau ga?” tanya neidya “berani ga
sendiri?”
“iya, berani. Tapi berdua”
“ah, kamu mah”
Tiba-tiba ada bapak-bapak yang lewat kita,
kebetulan dia pun kenal dengan Neidya karena dia sama-sama bekerja di RS bagian
warois itu, lalu kita tanya dia
“pak, anter ke ruang jenazah yuk?” tanya
Neidya
“lah, mau ngapain ke sana?” jawabnya
“mau lihat aja”
“iya pak , anter yuk kita mau lihat” kilahku,
ikut-ikutan memohon
“silahkan aja kalau mau ke sana” jawabnya, dia
hanya tersenyum dan mempersilakan kita
Karena dia menolak, kita pun jalan berdua
menuju lorong yang melawati name tab “ruang jenazah” di atasnya. Bangunan yang
di kelilingi dengan pohon besar di Rumah Sakit itu membuat keangkeran
tersendiri bagi para pengunjung. Kita terus jalan, dan bertemu dengan
bapak-bapak yang memakai baju dinas warna hijau, sepertinya dia pun bekerja di
Rumah Sakit itu, saat itu dia bertanya sambil jalan bareng dengan kita.
“kalian mau kemana?”
“kita mau ke ruang jeazah pak, hehe”
“lah, mau ngapain?
“mau lihat aja pak”
“hm, dikira lagi ada tugas praktek”
“pak anter yuk” tanya aku merayu, biar dia mau
mengantar
“yaah, ke petugasnya aja. Nanti tanyain aja di
sana tuh” jawabnya
“yah bapak” ucapku dengan nada kecewa “ah,
berarti bapak gak berani ya?” tanyaku lanjut sembari menyindir
Saat itu kita mulai masuk—kakiku perlahan aku
pijakan, dengan mata yang lirik kanan lirik kiri. Aku lihat di depan ada orang
yang sedang ada di ruangan, lalu aku panggil
“pak, pak sini..”
Dia pun melirik “ya, ada apa?”
“pak, kita mau lihat jenazah boleh ya”
“tuh, itu ada” sambil menunjuk ke arah ruangan
yang sedang diisi empat orang bapak-bapak
Aku pun melihatnya dan langsung tersontak
kaget
“innaalillahii wa inna ilaihi raajiuun” ucapku
sembari melihat pemuda yang sedang di otopsi, dia terkujur sudah tak bernyawa.
Di hatiku hanya terus memanggil namaNya, dan beristighfar sembari mengingat
akan kematian bahwa setiap yang bernyawa akan mati. Termasuk aku pun akan
meninggalkan dunia ini, karena di dunia ini tidak ada yang kekal, ini dunia
fana yang sementara di isi oleh makhlukNya untuk beribadah kepadaNya semata
mencari keridhoan dan amal untuk di akhirat nanti agar bertemu dengan Allah.
Saat itu aku tidak melihat lebih depan, aku
hanya melihat sebentar dan langsung berbalik badan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar