Gugurnya
Daun Di Musim Semi
Sudah lama aku tidak bermain dengan teman-teman setelah
aku pindah kemari. Berfoto, makan-makan, jalan ke mall. Itu semua tidak pernah
aku jumpai kembali. Atau mengerjakan tugas kelompok bersama-sama.
Aku
hanya terdiam di ruang hampa ini, hanyut dalam ketiadaan seperti kerlip bintang
yang kesepian. Memegang boneka dan foto Fikri yang semakin lusuh.
Ah,
Fikri ...
Kau
begitu kejam, menggugurkan mimpi-mimpi yang telah aku tanam. Kalau bukan
karenamu mungkin aku telah menjadi satu bintang yang cemerlang. Seperti namaku
Nazma yang berarti bintang.
Keluarga
tidak akan pernah meretas dendam. Dan mencarimu yang telah mengucilkanku
kemari. Aku sudah tidak tahu siapa diri ini, hanya memanggil namamu kekasihku,
Fikri. Dan sesekali aku robek fotomu kemudian aku pasang kembali.
* * *
Hujan
turun begitu deras. Aku hendak pergi ke kossan kakak
kelas sekaligus kekasihku, Fikri. Kita sudah berhubungan satu bulan.
Ketika di
kost-an, baju kita basah kuyup. Fikri
membawakanku secangkir teh hangat. Dia memang perhatian. Aku pun meminum tehnya
sampai habis. Beberapa saat kemudian aku merasa pusing dan mengantuk. Namun aku
tahan. Tapi aku begitu menikmati mataku yang terpejam dalam.
Saat itu
aku lihat hujan sudah reda, hanya meninggalkan titik air di daun. Fikri
terduduk merunduk dan sudah berganti baju. Lalu, dia menyuruhku untuk segera
pulang. Aku jadi merasa aneh, padahal aku rasa baru saja aku datang ke kost-annya, dan sekarang sudah disuruh
pulang lagi. Tapi saat aku lihat jam ternyata sudah senja, aku semakin tidak
mengerti. Namun aku hiraukan itu semua. Mungkin Fikri menyuruhku pergi karena
takut aku pulang kemalaman dan hujan lagi. Aku pun segera pulang.
Besok
harinya aku masuk sekolah seperti biasa. Dan masih suka kontekan dengan Fikri.
Jarak antara kelasku dan kelasnya lumayan dekat. Namun sikap dia menjadi beda,
setelah aku pergi ke kossannya. Dia jarang membalas pesanku, dan jarang
menampakan wajahnya di depan mata. Aku pun jadi merasa aneh dengan tingkahnya.
Akhir-akhir
ini aku selalu merasa mual, dan datang bulan pun telat. Semua ini membuatku
resah. Satu bulan kemudian aku merasa ada yang aneh dari diriku. Perutku agak
membuncit. Aku terus berusaha untuk berpikiran positif. Namun semakin hari aku
semakin penasaran dengan keadaanku dan terhadap perubahan sikap Fikri. Karena
datang bulan tak kunjung datang, aku mencoba mengetes air urin dengan tes
kehamilan. Walau jauh dari pikiranku akan hamil.
Tapi
ternyata hasil dari tes itu positif—hamil. Hatiku mulai galau, panik, takut dan
membuatku bingung kenapa bisa hamil. Setelah aku mengingat hari-hari
sebelumnya, terakhir aku bertemu dengan lelaki adalah dengan Fikri ketika aku
diajak main ke kossannya.
Hatiku
menjerit kenapa bisa terjadi seperti ini. Aku pun langsung menghubungi Fikri
lewat via telefon. Dan akhirnya dia mengakui bahwa dia telah menghamiliku. Dia
menceritakan ketika aku di kossan dengan basah kuyup dan diberinya minum,
disana dia menaruh obat ke dalam air teh itu. Dan saat itu dia menikamku tanpa
aku sadari. Dia menjelaskan bahwa dia melakukan itu karena mencintaiku. Saat
itu hatiku hancur, air mata tiada henti membasahi. Aku kira dia adalah orang
yang baik dan pengertian. Namun jauh dari itu. Dia biadab telah mengkotori, dan
menyeretku ke dunia yang terputuskan dari kehormatan manusia.
Besok
harinya di sekolah—ketika aku tanyakan keberadaan Fikri. Temannya berkata bahwa
dia tidak ada. Aku hubungi nomor handphonenya
selalu di reject. Semakin hari aku
semakin seperti orang gila. Memikirkan keberadaan orang yang telah menyakiti.
Aku tidak memberi tahu hal ini kepada keluarga karena aku terlalu takut untuk
mengatakannya.
Tiada
hari kegelisahan dan ketakutan pun kian menyelimuti. Aku bertekad untuk
menggugurkan kandungan, karena Fikri mulai menghilang dan itu membuatku semakin
galau. Nomornya sekarang tidak bisa dihubungi, aku hampiri ke kossannya namun
tidak ada. Aku selalu berusaha menggugurkannya namun tidak bisa. Semakin hari
kandungan ini semakin membesar. Aku pun mulai membuka rahasia ini dengan
terpaksa kepada keluarga.
Di ruang
keluarga terdapat Ayah, Ibu, kak Rio dan mbak Cantika kembaranku. Mereka
terlihat sedang asik menikmati senja. Sedang aku dibalik pintu menengok dengan
rasa takut yang begitu dahsyat. Jantung berdegup begitu kencang. Kaki sulit dilangkahkan
untuk menghampiri mereka. Mereka sedang diselimuti kehangatan dan bahagia,
sedang aku membawa kabar yang akan merusak potret mereka. Dengan perlahan aku
menghampiri, tanganku begitu dingin seperti bongkahan es dan gemetar.
“ibu,
ayah” ucapku perlahan dan terasa sulit bibir ini untuk berbicara
“iya
nazma, kenapa?” jawab Ibu, sedang Ayah, kak Rio dan kembaranku mbak Cantika
tertuju kepadaku yang berdiri.
Air
mataku sudah tidak bisa tertahan lagi, hingga menitik di atas pipi.
“kamu
kenapa menangis?” tanya ayah
“aku
hamil” dengan terbata-bata dan sulit aku katakan semua.
Semuanya
tersontak kaget mendongak melihatku yang merunduk dan sembab.
“apa?! Kamu hamil?!” pekik ibu dan hendak
berdiri dari kursi
“iya..”
dengan lirih aku mulai menangis merintih
“kenapa
bisa begitu nazma?! Oleh siapa kamu di hamili?!” tanya Ayah dengan nada tinggi.
Sedang kak Rio dan mbak Cantika terlihat kaget dan masih tidak percaya dengan
kabar buruk ini.
“sama
kakak kelasku”
Ibu
langsung menamparku dengan keras, hingga aku terbujur ke lantai. Ibu begitu
kecewa dan marah. Apalagi aku lebih kecewa dengan diriku sendiri dan menyesal
seumur hidup. Amarah ibu ditahan oleh kak Rio dan mbak Cantika. Ayah pergi ke
kamar meninggalkanku yang tersungkur. Semua pergi meninggalkan aku sendiri.
Keesokan
harinya kak Rio menyuruhku untuk membawa Fikri ke rumah. Aku pun langsung
berangkat ke sekolah tanpa sepengetahuan Ayah dan Ibu. Ketika aku datang ke
kelasnya Fikri, dia tidak ada. Temannya berkata dia keluar dari sekolah ini.
Amarahku meluap, hati ini begitu galau. Wajahku sembab karena menangis terus.
Teman-teman sekelasku selalu menanyakan keadaanku yang semakin hari terlihat
aneh. Namun aku tetap tidak pernah membuka rahasia ini.
Setelah
pulang sekolah aku pergi ke kost-annya
Fikri. Aku tanyakan kepada Ibu kost namun ternyata dia sudah pindah. Ketika aku
tanyakan alamatnya dia sama sekali tidak mengetahui karena Fikri tidak memberitahu.
Hatiku hancur berkeping-keping saat itu. Aku tidak tahu alamatnya yang di
Bandung, aku tidak tahu harus kemana lagi mencarinya. Nomornya sudah tidak bisa
dihubungi.
Saat itu
aku putuskan untuk menggugurkan kandungan dan pergi ke tempat pengguguran
kandungan di tempat yang terpencil. Namun setalah aku pergi kesana dan hasil
dari testpack kandungan ini tidak
berhasil digugurkan karena umur kandungan sudah tiga bulan dan itu cukup tua.
Dari sana aku langsung pergi dan berjalan di trotoar ditengah derasnya hujan.
Aku
seperti orang gila menangis dengan keadaan basah kuyup. Pikiranku begitu kacau.
Hati hancur berkeping-keping. Kekasihku yang selama ini aku percaya dan aku
sayang ternyata dia begitu jahat dan biadab, telah menghamili tanpa mau
bertanggung jawab. Dan meninggalkan semua tanpa ingin tahu bagaimana keadaanku
sekarang ini yang semakin hari semakin galau.
Ketika sampai di rumah, badanku begitu dingin.
Dan aku membicarakan semua kepada keluarga bahwa Fikri telah kabur. Ayah pun
mulai bertindak dan mencari kediaman Fikri untuk menikahiku. Kak Rio sudah
melapor kepada polisi. Namun tetap saja tidak ditemukan. Hingga akhirnya
keluarga pun memutuskan aku untuk hamil tanpa suami. Dan membiarkan kandungan
ini tumbuh dengan sendirinya.
Keluarga
memberi surat sakit kepada pihak sekolah, aku pun tak pernah keluar dari kamar.
Aku selalu menyendiri melihat kandungan ini semakin membesar. Hingga pada
akhirnya tibalah dimana kandungan ini sudah sembilan bulan. Aku pun melahirkan.
Begitu sakit aku rasa, darah berceceran dimana-mana. Bayi laki-laki terlahir
dengan sempurna tanpa ayah disampingnya.
Sungguh
aku tidak siap mengurusnya. Suatu hari tante aku datang ke rumah. Dia mandul
dan tidak mempunyai anak, lalu dia meminta ijin untuk mengurus anakku yang baru
terlahir. Dengan hati yang tak jelas aku rasa karena sudah sering aku merasakan
sakit, anak yang aku lahirkan pindah ke pangkuan tante aku sendiri dan dibawa
ke luar kota tinggal bersamanya.
Tetangga,
teman-teman semua tidak ada yang mengetahui keadaanku saat ini. Rahasia ini
ditutup rapat oleh keluarga. Karena mereka malu mempunyai anak yang telah
dihamili orang lain. Dan mereka takut potret nama keluarga ini menjadi buruk.
Hingga akhirnya ini semua menjadi rahasia keluarga seutuhnya.
Sebulan
kemudian aku tidak pernah keluar dari kamar. Selalu menyendiri berdiam.
Menjerit-jerit dan menangis sendiri. Dan berteriak memanggil nama Fikri. Suatu
hari Ibu dan Ayah membawaku ke suatu tempat. Mereka bilang itu adalah tempat
baruku, dan akan ada Fikri datang kesana.
* * *
Ditempat yang bertembok putih, berjendela satu dan sunyi
aku selalu sendiri. Sudah lama aku tinggal disini, menanti Fikri yang telah
dikatakan keluarga akan datang. Terkadang orang-orang yang memakai baju putih
memberiku makan dan membawaku bermain di halaman. Dipikiranku tidak ada yang
lain selain nama Fikri. Aku ingin dia datang dan melihat bayiku.
Kemudian
Fikri datang, membawakanku makanan. Aku langsung menghampiri dan memeluknya.
“kamu
kemana saja?” ucapku “bayi kita sudah terlahir, dia lucu”
Namun Fikri
terus bediam tidak menyahutku, mungkin dia malu karena dulu meninggalkanku
sendiri dengan beban yang berat.
“fikri..
ayo kita lihat anak kita”
Tiba-tiba
fikri melemparku ke kasur “aku bukan Fikri” ucapnya
“kamu
fikri” jawabku memaksa. Dan tiba-tiba perlahan wajahnya berubah bukan Fikri.
Dia memakai baju putih. Dia yang selalu membawkanku makanan. Dia benar-benar
bukan Fikri. Dia adalah perawat di tempat ini—Rumah Sakit Jiwa. Aku tahu, selama ini aku disimpan kemari.
Namun aku merasa nyaman tinggal disini. Karena aku yakin Fikri akan datang.
Keluarga sudah tidak pernah menengokku. Aku sudah tidak mempunyai siapa-siapa
lagi. Hanya boneka dan foto lusuh Fikri yang aku punya. Mungkin jika Fikri
tidak kunjung datang, aku harap anakku akan baik-baik saja disana. Dan aku
hanya akan menunggu ajal tiba. Dimana aku akan pergi untuk selamanya.
Cianjur, 2011
LFE
Biodata
Nama : Lina Fatinah
Kelas : XII IPA 4
Ttl : Cianjur, 25 Mei 1993
Alamat : Kp. Jambudipa Rt. 01
Rw. 03 Kec. Warungkondang Kab. Cianjur
No.
Hp : 0857 2111 0038