Terik matahari menyengat ubun-ubun kepala, asap knalpot
melebur di udara, spanduk dan tulisan gravity
dari piloks sudah tampak terbiasa depan mata seperti hiasan di dalam rumah
yang ditata oleh ibu. Klakson motor dan mobil menderu ke dalam gendang telinga.
Anton siswa kelas tiga SMA Harapan Jakarta yang sedang berjalan di tepi trotoar
kota. Keningnya mengernyit karena sinar matahari, bibir merahnya cemberut
kesal, tangannya menenteng sweater jeans. Wajahnya semakin kusut dan memerah
seperti lobster yang masak. Hatinya menahan endapan amarah yang kian membuncah
karena baru saja diptuskan cintanya oleh Intan, kekasihnya.
Setibanya di rumah, Anton mengempaskan tasnya ke kasur
dengan kesal. Dia berjalan menuju dapur dan membuka lemari es untuk mengambil juice orange, dan mereguknya dengan
cepat seperti kilat.
“ah.. damn! Gak
banget hari ini” pekik Anton “banyak tugas gak kelar-kelar makin numpuk”
kesalnya
Dia hendak duduk di kursi dan masih memegang gelas
beningnya yang dingin.
“dikit-dikit tugas, dikit-dikit PR. Mana aku gak mood
untuk sekarang ini. Capek!” amarahnya semakin membuncah, membuat dia tidak
peduli untuk ngomong sendiri.
Tiba-tiba handphone-nya
bergetar di saku celana sebelah kanan. Dia pun meraihnya.
Satu pesan diterima
“ton, kamu diamana? Sekarang kita kumpulan!”
“sorry, gak bisa!” dengan singkat dan tanpa basa-basi dia
me-replay message dari temannya
bernama Purwa. Dia adalah teman dekat Anton, mereka sekelas dan sama-sama
mengikuti organisasi MPK di sekolahnya.
Anton berjalan kembali ke kamarnya, menyalakan komputer
dan membuka halaman mozila. Lalu, dia pergi ke dunia maya Facebook. Yang sudah familiar
dikalangan masyarakat. Tangannya lihai memainkan mouse melihat profile
mantan kekasihnya, Intan.
Intan berpacaran dengan Rizky Prawira
Perubahan status yanga ada di wall-nya itu dibaca oleh Anton dan membuatnya semakin kesal. Dia
pun langsung menutup akunnya dan mematikan komputernya. Dengan keras dia
empaskan tubuhnya ke kasur sampai tertidur lelap dan lupa waktu.
Suara
mobil dengan halusnya melaju menuju arah garasi rumah. Ayah dan ibunya anton
pulang.
“sayang, anton..” panggil ibunya yang selalu memanjakan
anak semata wayangnya.
Ayahnya langsung beranjak ke kamar begitu saja dengan
dasinya yang sudah berantakan.
“anton.. ini ada oleh-oleh” ibunya terus memanggil yang
daritadi tidak di sahut. Ibunya pun menghampiri ke kamarnya sambil menenteng
buah tangan yang dibawanya dan membuka pintu.
“sayang, haduh.. kamu tidur” ucapnya sambil duduk
disamping anton yang terlelap dan masih mengenakan baju seragam. “anton, bangun
sayang. Kamu kok belum ganti baju?” tangannya menggugahkan anton yang
mendengkur.
“kenapa mah?” tanya Ayahnya yang sudah mengganti baju
dengan piyama dan hendak menyalakan televisi di ruang keluarga
“ini ayah, anton tidur” jawabnya
“ya sudah, biarkan saja”
“tapi masih pakai baju seragam sekolah, yah” kesahnya.
Ayahnya pun langsung menghampiri dan membangunkannya
dengan marah.
“anton bangun ! kamu pulang jam berapa?!” sentak ayahnya
dengan keras. Anton pun bangun
“kamu ini tidur pakai baju seragam”
ayahnya marah, dan ibunya hanya terdiam disamping anton.
“anton ketiduran yah, bu” jawabnya dengan perlahan dan
lemas
“cepat ganti baju ya” ucap ibunya sambil beranjak bersama
ayahnya dan meninggalkan anton.
* * *
Pagi hari yang cerah, burung beo berkicau di sangkar
belakang halaman rumah. Roti empuk yang sudah diolesi selai, ada juga yang memakai keju dan taburan meises sudah
tersaji di atas meja bersama gelas-gelas yang sudah berisi susu putih. Anton
berjalan menuju meja makan yang sudah tampak Ayah dan Ibunya.
“mata kamu kenapa? Habis gadang ya!” tanya ayahnya dengan
nada tinggi. Namun tidak dipedulikan dan ditanggapi oleh Anton, dia hanya meminum susu dan langsung pamit.
“Ayah, ibu. Aku berangkat” ucapnya dengan nada datar dan
meninggalkan mereka
“kamu gak dimakan rotinya?” tanya ibunya lembut
“tidak mau, bu” jawabnya tanpa menoleh dan berlalu.
Di jalan
menuju sekolah, Anton tampak santai-santai saja, tidak ada rasa semangat dan gairah di pagi
ini, sehingga dia terlambat masuk kelas. Beruntung hari ini dia bisa di
masukan.
Ketika pelajar hendak dimulai, Anton yang terbiasa duduk paling depan bersama temannya,
Purwa. Sekarang dia malah duduk di pojok paling belakang. Karena dia menyuruh
temannya bernama Nugroho untuk menukar posisi duduk. Purwa teman sebangkunya
merasa heran dan aneh kenapa sikap dia berubah seperti itu. Pelajaran pun dimulai.
Matematika menjadi santapan pagi hari ini. Ibu ummi yang sudah famous di kalangan murid sebagai guru
yang terpedas dan menyeramkan. Karena selain dia tegas dan selalu memberi tugas
disetiap pertemuan, dia juga sangat gampang untuk menghukum murid. Itulah
membuat kebanyakan murid tidak suka akan dirinya. Namun itu semua tidak
dipedulikan oleh Anton yang memilih tidur di belakang. Mungkin dia ngantuk
karena gadang semalaman sehabis tidur dari sore sampai malam kemarin. Saat itu
pun Ibu Ummi melihatnya dan menyuruhnya keluar “Anton, kamu malah tidur. Kalau tidak mau ikut belajar
dengan ibu keluar saja!” pekik Ibu Ummi.
Dan saat itu, Anton tidak mempermasalahkan
dan ambil pusing. Dia berdiri dan berjalan saja dengan
tenang keluar kelas tanpa terasa ada beban atau merasa berdosa. Teman-temannya
pun merasa aneh, termasuk Ibu Ummi yang menyuruhnya keluar. Karena tidak
seperti biasanya Anton yang selalu aktif dan rajin mendadak jadi begini. Anton berlalu, dia
pergi menuju kantin dan duduk disana mendengarkan musik dari i-phone warna hitamnya.
Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi. Anton masih
terduduk dan menidurkan kepalanya di atas meja kantin. Purwa pun
menghampirinya.
“ton, kamu kenapa? Aneh deh hari ini” tanya Purwa yang ikut duduk di depan Anton.
“kenapa apanya? Tidak apa-apa juga” jawabnya dengan nada
seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. “Oh, sudah istirahat ya? Ya sudah,
aku duluan ya. Aku sudah makan kok tadi” ucapnya sambil berjalan meninggalkan
Purwa.
Di koridor sekolah dia berjalan dan tampak bosan juga
jemu. Seperti ingin sesuatu yang baru, beda dan yang lain dari kebiasaannya.
Dia pun tanpa berpikir panjang pergi ke belakang halaman sekolah. Dimana
disanalah tempat para murid gadungan yang selalu melanggar peraturan sekolah
dan mempunyai geng motor yang menjadikan basecamp
dan tempat nongkrong mereka disana.
“oi, lagi apa kalian?!” tanya anton yang sok akrab dengan
mereka. Padahal dia adalah orang yang biasanya melaporkan hal-hal negatif
mereka dan melaporkannya kepada kepala sekolah.
“oi, ada apa lu?” tanya salah satu anak geng motor yang
selalu menggunakan bahasa elu-gue.
Disana semuanya tampak kaget dengan kehadiran Anton dan merasa aneh.
“tidak ada apa-apa” jawabnya singkat dan dingin
“lu mau ngelaporin kita ya!” sentak ketua geng motor
bernama Jodi yang menepuk pundak Anton
“tidak, malah aku mau gabung sama kalian” jawab Anton
yang membuat semua orang geng motor itu terkejut dan merasa sangat aneh. “malam
sekarang mau keluar gak?” tanyanya
“ada dong, seperti biasa kita balapan motor! Lu mau
ikut?” tanya Jodi
“oke, malam ini aku ikut. Tunggu aja nanti malam”
“oke siap masbro!” jawab para geng motor dengan serentak
Jam istirahat pun habis, dan bel berbunyi tiga kali
pertanda masuk jam kelas kembali. Anton langsung beranjak pergi, bajunya
semerawutan, kusut. Sama sekali tidak seperti Anton yang biasanya rapih,
bersih, sopan juga ramah. Purwa dan teman-temannya yang lain memperhatikan Anton
yang berjalan memasuki kelas. Membuat mereka menjadi berpikir tentangnya. Anton
duduk di samping Purwa.
“ton, kemana aja?” tanya Purwa “sekarang kita kumpulan”
“ada apa lagi sih?” geram Anton
“kan kita mau ngerencanain program baru” jelasnya
menerangkan
“ah.. aku gak bisa!” Anton berdiri dan meninggalkan Purwa
ke kursi belakang.
* * *
Langit
hitam begitu pekat, angin dingin malam membuat semua orang ingin cepat untuk
berselimut dan tidur. Tapi tidak demikian dengan para geng motor, yang sudah
berkerumun di jalanan dengan gaduh. Lalu, Anton pun datang dengan motornya yang
berwarna biru. Dia pun di sambut dengan sorak sorai oleh teman-teman geng
motornya. Saat itu mereka langsung menancapkan gasnya dan melaju dengan begitu
cepat dan teriak-teriak saling balapan. Hingga tengah malam mereka di jalanan.
Ketika istirahat, Anton membeli minum soda. Sedang yang
lainnya merokok. Teman-temannya menggoda dan mengajak Anton untuk merokok.
Namun saat itu Anton menolak. Karena tiada henti dipaksa, dia pun menghisapnya.
Hisapan pertama membuat dia batuk-batuk. Terus dia hisap dan dicoba. Hingga
akhirnya satu batang rokok pun habis dihisap olehnya membuat para geng motor
tertawa puas melihat dia bisa merokok. Setelah itu dia pamit dan pergi duluan
karena sudah larut malam.
Ketika tiba di rumah, Anton berhasil melewati Ayah dan Ibunya karena mereka sudah tidur. Jadi dia bisa langsung
masuk ke kamarnya tanpa diceramahi atau ditanya-tanya tentang kepergiannya.
Besok harinya, Anton terlambat lagi masuk sekolah. Namun
kali ini dia tidak dapat dimasukan. Dia pun nekat bersama teman-teman geng
motornya untuk memanjat tebing samping sekolah. Mereka pun berhasil dan masuk
ke kelasnya.
Wajahnya semakin hari tampak kusut, bajunya berantakan,
rambutnya gondrong seperti kucing yang tidak terurus. Memang beberapa minggu
ini anton tidak memperdulikan dirinya, pelajarannya, atau apapun itu.
“ton, badanmu bau rokok!” celoteh Purwa yang mengipas
dirinya dengan tangannya sendiri
“emang kenapa kalau bau rokok? Gak suka rokok ya?! Cemen
lu!” pekik Anton yang membuat hati Purwa kaget setengah mati dan hati-hati
untuk menghadapinya saat ini. Sebenarnya Purwa ingin mengungkapkan apa sebab
dibalik semua ini yang membuat temannya menjadi kacau seperti itu. Namun dia
mencoba perlahan untuk mengungkap semuanya. Karena jika terlalu cepat, itu
semua akan menjadi keburukan untuk mereka.
Malam ini Anton dan geng motor akan berkumpul lagi. Anton
jadi terbawa kebiasaan mereka. Saat itu teman-temannya mengajak ke Bar. Saat
pertama dia masuk ke ruangan diskotik ada sedikit rasa takut di hatinya, namun
teman-temannya selalu menghasut hingga membuatnya lupa dan hanya kesenangan
yang terpikirkan. Frekuensi musik di dalam begitu keras, ruangannya gelap penuh
asap rokok dan lampu disko yang membuat riuh suasana di dalam. Bau bir menyengat. Teman-teman
geng motornya begitu asik dan ramai duduk di kursi meminum bir. Sedang Anton
berdiri gugup melihat orang-orang yang asik berdugem disekitarnya. Ini adalah
hari pertama dia masuk ke tempat clubing
seperti ini. Teman-temannya mendorong Anton ke kursi dan menyuruhnya mereguk
bir. Hingga Anton merasa pusing dan melayang. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Ketika itu Anton mengingat masalah yang mebuatnya tertekan, karena itu dia
melanjutkan kembali meminum birnya dan tertawa puas.
Sedang di rumah, ayah dan ibunya khawatir. Mereka
menunggu kedatangan Anton. Handphonenya
tidak aktif, ditelfon ke Purwa, dia juga tidak mengetahui keadaan Anton. Di
depan rumah, ibunya tampak cemas dan gelisah. Dia berdiri lalu beranjak duduk
kembali. Dan mondar-mandir disana.
Setelah Purwa mendapat kabar dari orang tuanya Anton
bahwa dia tidak ada. Purwa langsung menghubungi semua teman-temannya termasuk
temannya yang gadungan itu. Tidak lama dia pun mendapatkan kabar dari temannya
bahwa Anton sedang pergi ke Bar bersama para geng motor. Saat itu Purwa pun
langsung pergi dan menyusulnya dengan mengendari motor. Dia menunggu di luar
dari kejauhan tempat clubing. Saat
itu para geng motor keluar dari Bar termasuk Anton yang tampak kepayangan.
Membuat Purwa semakin khawatir dengan keadaannya. Dia menunggu sampai geng
motor dan Anton melisut. Ketika dalam perjalanan pulang, geng motor belok ke
kanan. Sedang Anton tetap lurus karena akan pulang menuju rumahnya. Saat itu
Purwa langsung menyusul dan menyalipnya. Dia pun turun dari motor dan
menghampiri.
“ton, kamu mabuk?” tanya Purwa dengan memegang kedua
pundaknya
“apa lu? Ada urusan apa gue sama lu?” Anton kepayangan.
Tangannya mendorong-dorong dada purwa. Namun Purwa tidak melawan.
“kamu kenapa jadi begini?!” Purwa semakin kesal dan mendorongnya
dengan keras kebelakang. Lalu dia membuka bagasi dan membawa air botol besar
dan menyemburkannya ke kepala anton. Dia pun marah dan memukul Purwa. Tidak ada
cara lain, Purwa pun memukulnya kembali supaya dia sadar. Lalu, dia pun
memeluknya sambil menyadarkan.
“ton, dengar. Kamu kenapa? Kamu sadar dong ton!” suara
kesal purwa mulai terdengar oleh Anton dengan sadar. “kamu tidak biasanya
begini, ada apa ton?” Purwa tiada henti bertanya-tanya.
Anton langsung tersadar dan merunduk. Purwa masih tetap
terjaga di depannya dan terus bicara menyadarkannya.
“ton, sikap dan kelakuanmu berubah, nilai pelajaranmu
menurun, tidak pernah mengurus organisasi lagi. Apa yang membuatmu seperti
ini?” tanya Purwa yang terus mendorongnya untuk menjawab.
“apa hanya karena kamu diputuskan sama Intan kamu jadi
begini?” keheranan Purwa semakin memuncak “tapi tidak mungkin kamu begitu, aku
sudah tahu jika ada masalah dengan perempuan kamu tidak akan memperdulikannya,
tapi kenapa sekarang kamu jadi begini? Apalagi sampai membuat kamu
mabuk-mabukan. Sadar ton, sadar.. aku sahabatmu, kita sudah mengenal lama. Aku
tidak mau kamu seperti ini” Purwa semakin sedih melihat Anton seperti itu.
Anton terdiam membisu, tidak membalas
kekhawatiran temannya. Dia merunduk, bayangan beberapa bulan hinggap di
benaknya. Kejadian itu, setelah dia diputuskan Intan, dan berjalan di trotoar.
Dia melihat mobil ayahnya sedang diparkirkan di depan restoran. Dan menguntit
dari belakang dibalik pepohonan. Hatinya tersontak kaget ketika melihat ayahnya
bersama wanita lain yang bukan ibunya. Ayahnya menggandeng membawanya makan ke
dalam restoran. Dia semakin marah dan kesal, bukan karena diputuskan cintanya
melainkan karena kelakuan ayahnya. Sudah beberapa kali dia memergoki ayahnya
bergandengan dengan wanita lain. Hal itu semua tidak diungkapkan kepada ibu
yang selalu menyayanginya. Dia menyembunyikan itu semua,dia ingin hanya dia
saja yang mengetahui dan akan menyelesaikannya. Karena dia tidak ingin ibunya
menangis dengan hal ini. Dan tidak ingin hubungan ayah dan ibunya berantakan.
Itu semua membuatnya menjadi kalut, galau dan menjadi beban yang berat bagi dirinya. Ketika
membayangkan kejadian itu, membuatnya semakin kesal, marah dan ingin
membuncahkankannya. Tangannya terkepal dengan keras. Teriaklah dia dengan
keras.
“aargh..!”
pekiknya di depan Purwa “kamu tidak tahu apa-apa tentang hal ini, kamu jangan
urusin aku!”
geram anton membuat Purwa semakin bingung “bukan karena Intan aku begini, jauh dari itu!” jelas Anton dan hendak menyalakan mesin
motornya
“terus
kamu kenapa?!” teriak Purwa.
Namun Anton berlalu dan
meninggalkannya
* * *
Rumah yang besar tampak muram,
lampu-lampu terlihat redup di dalamnya ada kegelisahan sang ibu yang meresahkan
anaknya. Daun-daun semakin merunduk kedinginan, bunga-bunga pun telah
berintiknasi karena tahu akan ada kejadian yang tidak diinginkan malam ini.
Beberapa saat kemudian, suara motor
mendesing menuju arah garasi rumah. Lalu Anton
membuka pintu.
“anton.. kenapa baru pulang?” tanya
ibunya
“kamu kemana aja?!” pekik ayahnya
“kok kamu bau bir?! Kamu mabuk ya?!” ayahnya mulai emosi dan menamparnya.
Ibunya menangis memeluk Anton yang
terbujur
“anton!” tangan ayahnya melayang
kembali namun ditahan oleh ibunya.
“sudah ayah, sudah” sendu ibunya
menangis. Lalu anton mendongak melihat ayahnya
“apa?” tanya anton yang hendak
berdiri
“kamu ini! jadi anak goblok!”
“apa?! Ayah yang goblok! Emangnya
aku tidak tahu apa-apa tentang ayah? Hah?!”
“ayah
jahat! Ayah biadab! Aku benci Ayah!” tiba-tiba anton berkata seperti itu membuat
ibunya kaget dan heran ada apa sebenarnya.
“apa
kamu bilang?! kurang ajar!”
“ayah
yang kurang ajar! Ayah berani-beraninya selingkuh dibelakang ibu! Ayah pergi
dengan wanita lain! Makan di restoran, dan menggandengnya! Apa itu bukan kurang
ajar?!”
Ibunya
menangis histeris, menjerit.
“kamu!
Keluar aja dari rumah. Pergi sana!” emosi ayahnya semakin meluap
Kemudian
Anton melepaskan tangan dari genggaman ibunya, dia ditahan namun tidak bisa.
Anton langsung mengendarai motornya dan berlalu.
“ayah
ada apa ini?!” tanya ibunya dengan linangan air mata
“sudahlah,
jangan dipikirin. Dia lagi mabuk. Sekarang tidur aja!” jawab ayahnya mengela
“ayah
benar selingkuh dari ibu?!”
Ayahnya
pergi ke kamar begitu saja tanpa menyahut. Ibunya pun pergi ke kamar Anton.
Malam itu di rumah sangat berantakan. Ibunya tidak berhenti menangis hingga
pagi tiba.
Anton
pergi ke rumahnya Purwa dan menginap disana, dia pun membicarakan tentang apa
yang terjadi dengan semua. Dan meminta maaf akan kejadian malam ini. Purwa baru
menyadari bahwa Anton berubah sikap karena keadaan keluarganya. Purwa pun
memaklumi dia, karena fase remaja adalah masa yang labil. Apalagi dia mempunyai
beban yang berat.
Pagi
yang jauh dari kehangatan, tidak diiringi kicauan burung, matahari terasa
hambar, meja kosong tanpa makanan, gelas-gelas hanya berdentingan. Angin
menghembuskan kemuraman dan kesedihan. Keluarlah ayahnya dari kamar yang sudah
rapi beranjak pergi. Tanpa ada senyum darinya dia menengok ke kamar Anton yang
terlihat ibunya masih menangis, wajahnya sembab. Dia tinggalkan saja.
Beberapa
jam kemudian setelah ayahnya pergi, lalu datanglah anton dan memeluk ibunya di
kamar.
“ibu,
maafin anton” ucap anton yang mengeratkan lengannya ke pelukan ibu
“kamu
kenapa anton? Ada apa sebenarnya?”
“tidak
ada apa-apa ibu. Ibu tenang saja”
“katakan
saja anton, ada apa sebenarnya?” tanya ibunya yang memegang kedua tangan anton.
Namun
anton hanya merunduk, dan merasa menyesal telah berkata seperti itu semalam.
Padahal dia ingin hanya dia saja yang mengetahui, dia tidak ingin ibunya sakit
hati karena ayahnya selingkuh. Dan dengan terpaksa dia pun membicarakannya
dengan jujur.
“iya,
ibu. Maaf anton tidak memberi tahu sejak awal” jawab Anton dengan lirih
“ibu
tidak apa-apa, yang penting anton baik-baik saja” ibunya menahan nangis.
Padahal hatinya ingin menjerit karena suaminya sendiri sudah selingkuh dan
mengingkar janji setia. Hatinya melepuh, seperti larva yang meleleh dari puncak
gunung berapi.
* * *
Ibunya kini baru menyadari bahwa
Anton berubah seperti ini hanya karena kelakuan Ayahnya sendiri. Tak lama dari
sana, ayah dan ibunya bercerai. Lalu Ibunya membawa Anton pergi untuk tinggal
selamanya di kediaman nenek mereka. Sedang Ayahnya hidup dengan istri
selingkuhannya. Dan ada kabar bahwa kekayaan Ayahnya melorot dan habis oleh
perempuan itu.
Anton
dan Ibunya menikmati hidup di daerah kebun raya penuh dengan bukit-bukit hijau,
udara bersih dan segar. Anton menyelesaikan studynya
di sana dengan banyak meraih prestasi. Mereka hidup dengan tenang dan damai,
sedamai lazuardi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar