Jumat, 15 November 2013

Cerpen: KARENAMU



Terik matahari menyengat ubun-ubun kepala, asap knalpot melebur di udara, spanduk dan tulisan gravity dari piloks sudah tampak terbiasa depan mata seperti hiasan di dalam rumah yang ditata oleh ibu. Klakson motor dan mobil menderu ke dalam gendang telinga. Anton siswa kelas tiga SMA Harapan Jakarta yang sedang berjalan di tepi trotoar kota. Keningnya mengernyit karena sinar matahari, bibir merahnya cemberut kesal, tangannya menenteng sweater jeans. Wajahnya semakin kusut dan memerah seperti lobster yang masak. Hatinya menahan endapan amarah yang kian membuncah karena baru saja diptuskan cintanya oleh Intan, kekasihnya.
Setibanya di rumah, Anton mengempaskan tasnya ke kasur dengan kesal. Dia berjalan menuju dapur dan membuka lemari es untuk mengambil juice orange, dan mereguknya dengan cepat seperti kilat.
“ah.. damn! Gak banget hari ini” pekik Anton “banyak tugas gak kelar-kelar makin numpuk” kesalnya
Dia hendak duduk di kursi dan masih memegang gelas beningnya yang dingin.
“dikit-dikit tugas, dikit-dikit PR. Mana aku gak mood untuk sekarang ini. Capek!” amarahnya semakin membuncah, membuat dia tidak peduli untuk ngomong sendiri.
Tiba-tiba handphone-nya bergetar di saku celana sebelah kanan. Dia pun meraihnya.
Satu pesan diterima
“ton, kamu diamana? Sekarang kita kumpulan!”
“sorry, gak bisa!” dengan singkat dan tanpa basa-basi dia me-replay message dari temannya bernama Purwa. Dia adalah teman dekat Anton, mereka sekelas dan sama-sama mengikuti organisasi MPK di sekolahnya.
Anton berjalan kembali ke kamarnya, menyalakan komputer dan membuka halaman mozila. Lalu, dia pergi ke dunia maya Facebook. Yang sudah familiar dikalangan masyarakat. Tangannya lihai memainkan mouse melihat profile mantan kekasihnya, Intan.
Intan berpacaran dengan Rizky Prawira
Perubahan status yanga ada di wall-nya itu dibaca oleh Anton dan membuatnya semakin kesal. Dia pun langsung menutup akunnya dan mematikan komputernya. Dengan keras dia empaskan tubuhnya ke kasur sampai tertidur lelap dan lupa waktu.
            Suara mobil dengan halusnya melaju menuju arah garasi rumah. Ayah dan ibunya anton pulang.
“sayang, anton..” panggil ibunya yang selalu memanjakan anak semata wayangnya.
Ayahnya langsung beranjak ke kamar begitu saja dengan dasinya yang sudah berantakan.
“anton.. ini ada oleh-oleh” ibunya terus memanggil yang daritadi tidak di sahut. Ibunya pun menghampiri ke kamarnya sambil menenteng buah tangan yang dibawanya dan membuka pintu.
“sayang, haduh.. kamu tidur” ucapnya sambil duduk disamping anton yang terlelap dan masih mengenakan baju seragam. “anton, bangun sayang. Kamu kok belum ganti baju?” tangannya menggugahkan anton yang mendengkur.
“kenapa mah?” tanya Ayahnya yang sudah mengganti baju dengan piyama dan hendak menyalakan televisi di ruang keluarga
“ini ayah, anton tidur” jawabnya
“ya sudah, biarkan saja”
“tapi masih pakai baju seragam sekolah, yah” kesahnya.
Ayahnya pun langsung menghampiri dan membangunkannya dengan marah.
“anton bangun ! kamu pulang jam berapa?!” sentak ayahnya dengan keras. Anton pun bangun
            “kamu ini tidur pakai baju seragam” ayahnya marah, dan ibunya hanya terdiam disamping anton.
“anton ketiduran yah, bu” jawabnya dengan perlahan dan lemas
“cepat ganti baju ya” ucap ibunya sambil beranjak bersama ayahnya dan meninggalkan anton.
            *                                       *                                   *
Pagi hari yang cerah, burung beo berkicau di sangkar belakang halaman rumah. Roti empuk yang sudah diolesi selai, ada juga yang memakai keju dan taburan meises sudah tersaji di atas meja bersama gelas-gelas yang sudah berisi susu putih. Anton berjalan menuju meja makan yang sudah tampak Ayah dan Ibunya.
“mata kamu kenapa? Habis gadang ya!” tanya ayahnya dengan nada tinggi. Namun tidak dipedulikan dan ditanggapi oleh Anton, dia hanya meminum susu dan langsung pamit.
“Ayah, ibu. Aku berangkat” ucapnya dengan nada datar dan meninggalkan mereka
“kamu gak dimakan rotinya?” tanya ibunya lembut
“tidak mau, bu” jawabnya tanpa menoleh dan berlalu.
            Di jalan menuju sekolah, Anton tampak santai-santai saja, tidak ada rasa semangat dan gairah di pagi ini, sehingga dia terlambat masuk kelas. Beruntung hari ini dia bisa di masukan.
Ketika pelajar hendak dimulai, Anton yang terbiasa duduk paling depan bersama temannya, Purwa. Sekarang dia malah duduk di pojok paling belakang. Karena dia menyuruh temannya bernama Nugroho untuk menukar posisi duduk. Purwa teman sebangkunya merasa heran dan aneh kenapa sikap dia berubah seperti itu. Pelajaran pun dimulai. Matematika menjadi santapan pagi hari ini. Ibu ummi yang sudah famous di kalangan murid sebagai guru yang terpedas dan menyeramkan. Karena selain dia tegas dan selalu memberi tugas disetiap pertemuan, dia juga sangat gampang untuk menghukum murid. Itulah membuat kebanyakan murid tidak suka akan dirinya. Namun itu semua tidak dipedulikan oleh Anton yang memilih tidur di belakang. Mungkin dia ngantuk karena gadang semalaman sehabis tidur dari sore sampai malam kemarin. Saat itu pun Ibu Ummi melihatnya dan menyuruhnya keluar “Anton, kamu malah tidur. Kalau tidak mau ikut belajar dengan ibu keluar saja!” pekik Ibu Ummi.
Dan saat itu, Anton tidak mempermasalahkan dan ambil pusing. Dia berdiri dan berjalan saja dengan tenang keluar kelas tanpa terasa ada beban atau merasa berdosa. Teman-temannya pun merasa aneh, termasuk Ibu Ummi yang menyuruhnya keluar. Karena tidak seperti biasanya Anton yang selalu aktif dan rajin mendadak jadi begini. Anton berlalu, dia pergi menuju kantin dan duduk disana mendengarkan musik dari i-phone warna hitamnya.
Tidak terasa bel istirahat pun berbunyi. Anton masih terduduk dan menidurkan kepalanya di atas meja kantin. Purwa pun menghampirinya.
“ton, kamu kenapa? Aneh deh hari ini” tanya Purwa yang ikut duduk di depan Anton.
“kenapa apanya? Tidak apa-apa juga” jawabnya dengan nada seperti orang bodoh yang tidak tahu apa-apa. “Oh, sudah istirahat ya? Ya sudah, aku duluan ya. Aku sudah makan kok tadi” ucapnya sambil berjalan meninggalkan Purwa.
Di koridor sekolah dia berjalan dan tampak bosan juga jemu. Seperti ingin sesuatu yang baru, beda dan yang lain dari kebiasaannya. Dia pun tanpa berpikir panjang pergi ke belakang halaman sekolah. Dimana disanalah tempat para murid gadungan yang selalu melanggar peraturan sekolah dan mempunyai geng motor yang menjadikan basecamp dan tempat nongkrong mereka disana.
“oi, lagi apa kalian?!” tanya anton yang sok akrab dengan mereka. Padahal dia adalah orang yang biasanya melaporkan hal-hal negatif mereka dan melaporkannya kepada kepala sekolah.
“oi, ada apa lu?” tanya salah satu anak geng motor yang selalu menggunakan bahasa elu-gue. Disana semuanya tampak kaget dengan kehadiran Anton dan merasa aneh.
“tidak ada apa-apa” jawabnya singkat dan dingin
“lu mau ngelaporin kita ya!” sentak ketua geng motor bernama Jodi yang menepuk pundak Anton
“tidak, malah aku mau gabung sama kalian” jawab Anton yang membuat semua orang geng motor itu terkejut dan merasa sangat aneh. “malam sekarang mau keluar gak?” tanyanya
“ada dong, seperti biasa kita balapan motor! Lu mau ikut?” tanya Jodi
“oke, malam ini aku ikut. Tunggu aja nanti malam”
“oke siap masbro!” jawab para geng motor dengan serentak
Jam istirahat pun habis, dan bel berbunyi tiga kali pertanda masuk jam kelas kembali. Anton langsung beranjak pergi, bajunya semerawutan, kusut. Sama sekali tidak seperti Anton yang biasanya rapih, bersih, sopan juga ramah. Purwa dan teman-temannya yang lain memperhatikan Anton yang berjalan memasuki kelas. Membuat mereka menjadi berpikir tentangnya. Anton duduk di samping Purwa.
“ton, kemana aja?” tanya Purwa “sekarang kita kumpulan”
“ada apa lagi sih?” geram Anton
“kan kita mau ngerencanain program baru” jelasnya menerangkan
“ah.. aku gak bisa!” Anton berdiri dan meninggalkan Purwa ke kursi belakang.
*                                         *                                     *
            Langit hitam begitu pekat, angin dingin malam membuat semua orang ingin cepat untuk berselimut dan tidur. Tapi tidak demikian dengan para geng motor, yang sudah berkerumun di jalanan dengan gaduh. Lalu, Anton pun datang dengan motornya yang berwarna biru. Dia pun di sambut dengan sorak sorai oleh teman-teman geng motornya. Saat itu mereka langsung menancapkan gasnya dan melaju dengan begitu cepat dan teriak-teriak saling balapan. Hingga tengah malam mereka di jalanan.
Ketika istirahat, Anton membeli minum soda. Sedang yang lainnya merokok. Teman-temannya menggoda dan mengajak Anton untuk merokok. Namun saat itu Anton menolak. Karena tiada henti dipaksa, dia pun menghisapnya. Hisapan pertama membuat dia batuk-batuk. Terus dia hisap dan dicoba. Hingga akhirnya satu batang rokok pun habis dihisap olehnya membuat para geng motor tertawa puas melihat dia bisa merokok. Setelah itu dia pamit dan pergi duluan karena sudah larut malam.
Ketika tiba di rumah, Anton berhasil melewati Ayah dan Ibunya karena mereka sudah tidur. Jadi dia bisa langsung masuk ke kamarnya tanpa diceramahi atau ditanya-tanya tentang kepergiannya.
Besok harinya, Anton terlambat lagi masuk sekolah. Namun kali ini dia tidak dapat dimasukan. Dia pun nekat bersama teman-teman geng motornya untuk memanjat tebing samping sekolah. Mereka pun berhasil dan masuk ke kelasnya.
Wajahnya semakin hari tampak kusut, bajunya berantakan, rambutnya gondrong seperti kucing yang tidak terurus. Memang beberapa minggu ini anton tidak memperdulikan dirinya, pelajarannya, atau apapun itu.
“ton, badanmu bau rokok!” celoteh Purwa yang mengipas dirinya dengan tangannya sendiri
“emang kenapa kalau bau rokok? Gak suka rokok ya?! Cemen lu!” pekik Anton yang membuat hati Purwa kaget setengah mati dan hati-hati untuk menghadapinya saat ini. Sebenarnya Purwa ingin mengungkapkan apa sebab dibalik semua ini yang membuat temannya menjadi kacau seperti itu. Namun dia mencoba perlahan untuk mengungkap semuanya. Karena jika terlalu cepat, itu semua akan menjadi keburukan untuk mereka.
Malam ini Anton dan geng motor akan berkumpul lagi. Anton jadi terbawa kebiasaan mereka. Saat itu teman-temannya mengajak ke Bar. Saat pertama dia masuk ke ruangan diskotik ada sedikit rasa takut di hatinya, namun teman-temannya selalu menghasut hingga membuatnya lupa dan hanya kesenangan yang terpikirkan. Frekuensi musik di dalam begitu keras, ruangannya gelap penuh asap rokok dan lampu disko yang membuat riuh suasana di dalam. Bau bir menyengat. Teman-teman geng motornya begitu asik dan ramai duduk di kursi meminum bir. Sedang Anton berdiri gugup melihat orang-orang yang asik berdugem disekitarnya. Ini adalah hari pertama dia masuk ke tempat clubing seperti ini. Teman-temannya mendorong Anton ke kursi dan menyuruhnya mereguk bir. Hingga Anton merasa pusing dan melayang. Mereka tertawa terbahak-bahak. Ketika itu Anton mengingat masalah yang mebuatnya tertekan, karena itu dia melanjutkan kembali meminum birnya dan tertawa puas.
Sedang di rumah, ayah dan ibunya khawatir. Mereka menunggu kedatangan Anton. Handphonenya tidak aktif, ditelfon ke Purwa, dia juga tidak mengetahui keadaan Anton. Di depan rumah, ibunya tampak cemas dan gelisah. Dia berdiri lalu beranjak duduk kembali. Dan mondar-mandir disana.
Setelah Purwa mendapat kabar dari orang tuanya Anton bahwa dia tidak ada. Purwa langsung menghubungi semua teman-temannya termasuk temannya yang gadungan itu. Tidak lama dia pun mendapatkan kabar dari temannya bahwa Anton sedang pergi ke Bar bersama para geng motor. Saat itu Purwa pun langsung pergi dan menyusulnya dengan mengendari motor. Dia menunggu di luar dari kejauhan tempat clubing. Saat itu para geng motor keluar dari Bar termasuk Anton yang tampak kepayangan. Membuat Purwa semakin khawatir dengan keadaannya. Dia menunggu sampai geng motor dan Anton melisut. Ketika dalam perjalanan pulang, geng motor belok ke kanan. Sedang Anton tetap lurus karena akan pulang menuju rumahnya. Saat itu Purwa langsung menyusul dan menyalipnya. Dia pun turun dari motor dan menghampiri.
“ton, kamu mabuk?” tanya Purwa dengan memegang kedua pundaknya
“apa lu? Ada urusan apa gue sama lu?” Anton kepayangan. Tangannya mendorong-dorong dada purwa. Namun Purwa tidak melawan.
“kamu kenapa jadi begini?!” Purwa semakin kesal dan mendorongnya dengan keras kebelakang. Lalu dia membuka bagasi dan membawa air botol besar dan menyemburkannya ke kepala anton. Dia pun marah dan memukul Purwa. Tidak ada cara lain, Purwa pun memukulnya kembali supaya dia sadar. Lalu, dia pun memeluknya sambil menyadarkan.
“ton, dengar. Kamu kenapa? Kamu sadar dong ton!” suara kesal purwa mulai terdengar oleh Anton dengan sadar. “kamu tidak biasanya begini, ada apa ton?” Purwa tiada henti bertanya-tanya.
Anton langsung tersadar dan merunduk. Purwa masih tetap terjaga di depannya dan terus bicara menyadarkannya.
“ton, sikap dan kelakuanmu berubah, nilai pelajaranmu menurun, tidak pernah mengurus organisasi lagi. Apa yang membuatmu seperti ini?” tanya Purwa yang terus mendorongnya untuk menjawab.
“apa hanya karena kamu diputuskan sama Intan kamu jadi begini?” keheranan Purwa semakin memuncak “tapi tidak mungkin kamu begitu, aku sudah tahu jika ada masalah dengan perempuan kamu tidak akan memperdulikannya, tapi kenapa sekarang kamu jadi begini? Apalagi sampai membuat kamu mabuk-mabukan. Sadar ton, sadar.. aku sahabatmu, kita sudah mengenal lama. Aku tidak mau kamu seperti ini” Purwa semakin sedih melihat Anton seperti itu.
Anton terdiam membisu, tidak membalas kekhawatiran temannya. Dia merunduk, bayangan beberapa bulan hinggap di benaknya. Kejadian itu, setelah dia diputuskan Intan, dan berjalan di trotoar. Dia melihat mobil ayahnya sedang diparkirkan di depan restoran. Dan menguntit dari belakang dibalik pepohonan. Hatinya tersontak kaget ketika melihat ayahnya bersama wanita lain yang bukan ibunya. Ayahnya menggandeng membawanya makan ke dalam restoran. Dia semakin marah dan kesal, bukan karena diputuskan cintanya melainkan karena kelakuan ayahnya. Sudah beberapa kali dia memergoki ayahnya bergandengan dengan wanita lain. Hal itu semua tidak diungkapkan kepada ibu yang selalu menyayanginya. Dia menyembunyikan itu semua,dia ingin hanya dia saja yang mengetahui dan akan menyelesaikannya. Karena dia tidak ingin ibunya menangis dengan hal ini. Dan tidak ingin hubungan ayah dan ibunya berantakan. Itu semua membuatnya menjadi kalut, galau dan menjadi beban yang berat bagi dirinya. Ketika membayangkan kejadian itu, membuatnya semakin kesal, marah dan ingin membuncahkankannya. Tangannya terkepal dengan keras. Teriaklah dia dengan keras.
“aargh..!” pekiknya di depan Purwa “kamu tidak tahu apa-apa tentang hal ini, kamu jangan urusin aku!” geram anton membuat Purwa semakin bingung “bukan karena Intan aku begini, jauh dari itu!” jelas Anton dan hendak menyalakan mesin motornya
“terus kamu kenapa?!” teriak Purwa. Namun Anton berlalu dan meninggalkannya
*                      *                      *
            Rumah yang besar tampak muram, lampu-lampu terlihat redup di dalamnya ada kegelisahan sang ibu yang meresahkan anaknya. Daun-daun semakin merunduk kedinginan, bunga-bunga pun telah berintiknasi karena tahu akan ada kejadian yang tidak diinginkan malam ini.
            Beberapa saat kemudian, suara motor mendesing menuju arah garasi rumah. Lalu Anton membuka pintu.
            “anton.. kenapa baru pulang?” tanya ibunya
            “kamu kemana aja?!” pekik ayahnya “kok kamu bau bir?! Kamu mabuk ya?!” ayahnya mulai emosi dan menamparnya.
            Ibunya menangis memeluk Anton yang terbujur
            “anton!” tangan ayahnya melayang kembali namun ditahan oleh ibunya.
            “sudah ayah, sudah” sendu ibunya menangis. Lalu anton mendongak melihat ayahnya
            “apa?” tanya anton yang hendak berdiri
            “kamu ini! jadi anak goblok!”
            “apa?! Ayah yang goblok! Emangnya aku tidak tahu apa-apa tentang ayah? Hah?!”
            “ayah jahat! Ayah biadab! Aku benci Ayah!” tiba-tiba anton berkata seperti itu membuat ibunya kaget dan heran ada apa sebenarnya.
            “apa kamu bilang?! kurang ajar!”
            “ayah yang kurang ajar! Ayah berani-beraninya selingkuh dibelakang ibu! Ayah pergi dengan wanita lain! Makan di restoran, dan menggandengnya! Apa itu bukan kurang ajar?!”
            Ibunya menangis histeris, menjerit.
            “kamu! Keluar aja dari rumah. Pergi sana!” emosi ayahnya semakin meluap
            Kemudian Anton melepaskan tangan dari genggaman ibunya, dia ditahan namun tidak bisa. Anton langsung mengendarai motornya dan berlalu.
            “ayah ada apa ini?!” tanya ibunya dengan linangan air mata
            “sudahlah, jangan dipikirin. Dia lagi mabuk. Sekarang tidur aja!” jawab ayahnya mengela
            “ayah benar selingkuh dari ibu?!”
            Ayahnya pergi ke kamar begitu saja tanpa menyahut. Ibunya pun pergi ke kamar Anton. Malam itu di rumah sangat berantakan. Ibunya tidak berhenti menangis hingga pagi tiba.
            Anton pergi ke rumahnya Purwa dan menginap disana, dia pun membicarakan tentang apa yang terjadi dengan semua. Dan meminta maaf akan kejadian malam ini. Purwa baru menyadari bahwa Anton berubah sikap karena keadaan keluarganya. Purwa pun memaklumi dia, karena fase remaja adalah masa yang labil. Apalagi dia mempunyai beban yang berat.
            Pagi yang jauh dari kehangatan, tidak diiringi kicauan burung, matahari terasa hambar, meja kosong tanpa makanan, gelas-gelas hanya berdentingan. Angin menghembuskan kemuraman dan kesedihan. Keluarlah ayahnya dari kamar yang sudah rapi beranjak pergi. Tanpa ada senyum darinya dia menengok ke kamar Anton yang terlihat ibunya masih menangis, wajahnya sembab. Dia tinggalkan saja.
            Beberapa jam kemudian setelah ayahnya pergi, lalu datanglah anton dan memeluk ibunya di kamar.
            “ibu, maafin anton” ucap anton yang mengeratkan lengannya ke pelukan ibu
            “kamu kenapa anton? Ada apa sebenarnya?”
            “tidak ada apa-apa ibu. Ibu tenang saja”
            “katakan saja anton, ada apa sebenarnya?” tanya ibunya yang memegang kedua tangan anton.
            Namun anton hanya merunduk, dan merasa menyesal telah berkata seperti itu semalam. Padahal dia ingin hanya dia saja yang mengetahui, dia tidak ingin ibunya sakit hati karena ayahnya selingkuh. Dan dengan terpaksa dia pun membicarakannya dengan jujur.
            “iya, ibu. Maaf anton tidak memberi tahu sejak awal” jawab Anton dengan lirih
            “ibu tidak apa-apa, yang penting anton baik-baik saja” ibunya menahan nangis. Padahal hatinya ingin menjerit karena suaminya sendiri sudah selingkuh dan mengingkar janji setia. Hatinya melepuh, seperti larva yang meleleh dari puncak gunung berapi.
*                      *                      *
            Ibunya kini baru menyadari bahwa Anton berubah seperti ini hanya karena kelakuan Ayahnya sendiri. Tak lama dari sana, ayah dan ibunya bercerai. Lalu Ibunya membawa Anton pergi untuk tinggal selamanya di kediaman nenek mereka. Sedang Ayahnya hidup dengan istri selingkuhannya. Dan ada kabar bahwa kekayaan Ayahnya melorot dan habis oleh perempuan itu.
Anton dan Ibunya menikmati hidup di daerah kebun raya penuh dengan bukit-bukit hijau, udara bersih dan segar. Anton menyelesaikan studynya di sana dengan banyak meraih prestasi. Mereka hidup dengan tenang dan damai, sedamai lazuardi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar